Kamis, 16 Juni 2011

Keputusan Impor Beras Tunggu Hasil Panen

JAKARTA--MICOM: Pemerintah masih akan mengkaji sejauh mana hasil panen tahun ini dapat memenuhi kebutuhan beras dalam negeri sebelum memutuskan akan melakukan importasi beras atau tidak.

Sejauh ini, Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu memastikan stok beras di Bulog masih aman sementara produksi panen lebih baik dari tahun lalu. Kemungkinan, jika situasi terjaga, tidak perlu pengadaan beras dari luar negeri.

Mari mengatakan, pada Mei kemarin puncak panen raya telah selesai. Pemerintah kemudian masih perlu mengkaji produksi beras pada Juni dan Juli, atau selama periode panen gadu.

"Kalau perlu diambil keputusan untuk pengadaan beras dari luar negeri, akan diambil keputusan untuk itu. Tapi produksi tahun ini meningkat dibandingkan tahun lalu, jadi diharapkan akan dapat dipenuhi sampai dengan akhir tahun. Yang penting, harga di petani baik dan harga beras di konsumen tidak melonjak," ujar Mari ketika menggelar jumpa pers tentang perdagangan dalam negeri, di Jakarta, Kamis (16/6).

Stok Bulog saat ini dinilai Mari aman di atas angka 1,5 juta ton. Bulog menargetkan dapat menutup tahun dengan stok 3,5 juta ton. Pasukan beras rata-rata ke Pasar Induk Cipinang pada Mei 2011 menurun dari Mei 2010, yakni menjadi 23.703 ton dari 34.909 ton. Menurut Mari, hal tersebut karena tahun lalu panen raya lebih lambat. Sementara pertumbuhan produksi beras ARAM I sebesar 1,35%.

Harga beras di dalam negeri sendiri saat ini naik sedikit. Harga beras umum rata-rata Mei 2011 0,35% dari Ro 8.711 menjadi Rp 8.711 sementara bersa termurah naik 0,32% dari Rp 6.832 menjadi Rp 6.854. Pada pekan pertama Juni, harga beras umum dan beras termurah naik lagi sebesar 0,36% dan 0,46% dari harga pekan terakhir Mei.

"Harga beras yang sedikit naik kecenderungannya karena panen di sentra produksi beras sudah berakhir," jelas Mari. "Memang biasanya ada kenaikan harga sedikit setelah panen berikutnya."

Secara umum, harga komoditas pangan memang masih stabil terjaga. Namun, Mari menyebutkan pihaknya tetap mempersiapkan diri melihat semakin dekatnya bulan puasa di mana rutinnya selalu ada peningkatan permintaan terhadap bahan pangan hingga 20%.
Menurut Mari, baik pedagang maupun pemerintah sudah mempersiapkan diri menghadapi lonjakan permintaan pada Ramadhan. Untuk tahun ini, persiapan yang perlu lebih diintensifkan merupakan persiapan distribusi barang. Sebab, kondisi iklim dan infrastruktur yang kurang mendukung berdampak pada keterlambatan arus distribusi barang ke sejumlah wilayah di Indonesia.

"Kita koordinasi antara kementerian terkait, Kementerian Pertanian, Kemenko Perekonomian, dan Kementerian Perdagangan. Kita selalu rapat pleno persiapan lebaran, dan untuk tahun ini akan mengundang pihak logistik dan perhubungan," ungkap Mari.

Ia juga menjelaskan, Kemendag akan menggelar lagi pasar murah yang sudah dilakukan setiap tahunnya pada menjelang dan ketika bulan puasa.

Menurut Mari, biasanya, komoditas pangan mengalami kenaikan harga sesaat sebelum lebaran. Kenaikan harga tersebut cukup tinggi, bisa sampai 5-10%. "Biasanya yang naik itu daging dan cabe, naik sesaat terus kemudian turun lagi," tambah Mari.

Selain persiapan menghadapi lebaran, pemerintah juga mencermati faktor eksternal yang kemungkinan dapat mempengaruhi harga pangan dalam negeri. Kondisi yang digarisbawahi Mari merupakan inflasi di Amerika Serikat yang mempengaruhi harga gandum di pasar internasional, serta meningkatnya harga Jagung akibat peningkatan permintaan jagung sebagai bahan baku pakan di China.

Pasar beras internasional, kata Mari, tidak mengalami gejolak berarti. Hal tersebut tergambar dari kecenderungan turunnya harga beras internasional untuk beras Vietnam dan Thailand.

Itu artinya, jika pemerintah memutuskan untuk mengimpor beras, Indonesia tidak akan mengalami masalah. "Kita juga sudah punya perjanjian bilateral dengan Vietnam dan Thailand untuk beras," tandas Mari. (*/OL-3)

0 komentar:

Posting Komentar